Meskipun jumlah kapal yang beroperasi mengalami penurunan pasca-moratorium, namun produksi ikan nasional terus mengalami peningkatan. Angka produksi nasional dari 5,7 juta ton pada 2013 meningkat menjadi 6 juta ton pada 2014, dan 6,1 juta ton pada 2015.
Belakangan di media sosial dan mainsteam di ramaikan dengan berita bahwa ekspor ikan kita turun, lalu beberapa pembantu Presiden melontarkan gagasan agar Menteri KKP menghentikan penenggalaman kapal ikan asing. Puncaknya demonstrasi nelayan pengguna alat tangkap "cantrang".
Awal tahun 2018, KKP mendapatkan kado luar biasa dari publik berkait polemik data penurunan harga ekspor.
Benarkah demikian ?
Menurut paparan Dirjen Penguatan Daya Saing KKP, Nilanto Prabowo, kencenderungan ekspor ikan nasional menunjukan peningkatan dalam 3 tahun terakhir.
Dengan adanya pusat bisnis di pulau-pulau terdepan Indonesia, tren ekspor menunjukkan peningkatan dari USD3,94 miliar pada tahun 2015 menjadi USD4,17 miliar pada 2016, dan diprediksi kembali meningkat menjadi USD4,30 miliar pada 2017.
"Turunnya nilai ekspor ikan tidak sema jenis produk ikan, tapi untuk kode HS 0308 ", ujar Nilanto Prabowo.
Apabila merujuk nomenklatur tarif, produk ikan termasuk dalam Hamornised System (HS) No. 03. Sistim penomoran ini mengacu pada World Customs Organization (WCO) yang terbagi atas :
- 0301 : Ikan hidup
- 0302 : ikan segar atau dingin
- 0304 : filet ikan dan daging ikan segar, dingin
- 0305 : ikan kering, asin, asap, dll
- 0306 : Crusacea hidup, segar, siap makan
- 0307 : Mollusc hidup, segar, siap makan
- 0308 : Invertebrata Akuuatik selain Mollusc dan Crustacean
Penurunan di Kode Tarif HS 0308 mempengaruhi kinerja produk perikanan secara umum. Sedangkan produk ikan dari jenis Tuna, Cakalang, Udang, Kepiting cenderung meningkat. Pekerjaan rumah bagi KKP untuk meneliti mengapa produk ikan kategori HS 0308 bisa turun.