Rumah hunian yang dibangun dengan 3D Printing di Dubai
Saya mendengar sebuah media cetak terbesar di Indonesia akan menghentikan versi cetak pada tahun 2030.
Artinya informasi di lembar - lembar halaman koran atau majalah tidak ada lagi, semua dipindahkan ke dunia maya. Distribusi informasinya pun berubah, dari asongan, loper ke jaringan digital internet.
Perilaku masyarakat sudah mulai berubah. Mulai dari perilaku belanja, barang dan jasa kebutuhan sehari - hari sampai barang khusus bisa dilakukan secara online.
Didukung dengan fasilitas pembayaran digital yang dengan mudah dilakukan lewat smartphone.
Peredaran uang fisik dari kertas juga turun. Bisa jadi otoritas perbankan nantinya hanya mencetak uang dalam jumlah terbatas untuk kebutuhan tertentu.
Saat ini material kertas untuk surat menyurat / korespondensi antar individu terganti oleh email, buku - buku cetak oleh e-book, uang kertas oleh uang digital.
Perusahan dan pemerintah pun sudah menggeser peran kertas dengan format dokumen digital untuk dokumen administrasi.
Lalu bagaimana industri kertas akan bertahan menghadapi gangguan tehnologi (disruption) ini ?
Mau tidak mau industri kertas harus menyesuaikan dengan disruption ini, melakukan perubahan bisnis secara mendasar, tidak lagi menggantungkan demand pasar tradisional.
Bagaimana caranya ? Kertas akan masih mempunyai peran penting dalam kehidupan modern. Beberapa bidang kehidupan seperti promosi, dekorasi, packaging, masih membutuhkan material kertas dengan kualitas khusus.
Kertas bisa ditingkatkan untuk mendukung material printing 3 dimensi (print 3D). Material properti, pembuatan mesin, dan perangkat - perangkat kehidupan lainnya akan dibuat oleh robot dan tehnologi print 3D.
Bayangan saya, material kertas akan banyak menggantikan material untuk dekorasi interior dan pelapisan dinding bagian dalam bangunan. Tehnologi printing 3 dimensi untuk membuat material properti sudah mulai diterapkan di negara - maju.
Labels: review