
Tahun 2017 ini menjadi tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Dalam sejarah Indonesia belum terjadi gesekan horizontal yang dipantik oleh persaingan politik dan isu agama sebagai bahan bakar. Pilkada DKI Jakarta 2017.
Kontestasi politik yang paling memicu emosi secara massal. Mau tak tidak mau membentuk 2 kutub yang berlawanan.
Benarkah 2 kutub imbas Pilkada DKI Jakarta sudah cair ? Saya ragu, seragu - ragunya mengingat hingga kini di media sosial isu ini makin kencang dihembuskan.
Apalagi tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik, warisan semangat kontestasi dari Pilpres 2014, Pilkada 2017 mau tak mau berimbas juga ke Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
Keadaan makin memanas setelah lembaga survei merilis hasil - hasil penelitian yang menempatkan Joko Widodo di puncak elektabilitas.
Saat ini yang mengemuka adalah kontestasi untuk Wapres, tidak ada nama cukup kuat menurut hasil beberapa lembaga riset akan mampu menantang Elektabilitas Joko Widodo.
Rupanya semua pihak saat ini bersikap realistis untuk tidak mengincar Kursi RI 1, tapi memperebutkan RI 2.
Benarkah demikian faktanya ?
Saya pikir tidak demikian, politik sangat dinamis dan cair, bisa jadi penentang Joko Widodo sedang giat mencari celah untuk menjatuhkan elektabilitas Joko Widodo.
Secara sistematis, lawan - lawan politik Joko Widodo telah menggulirkan berbagai isu krusial untuk menjatuhkan elektabilitas JKW.
Mulai dari isu hutang, TKA Cina, Anti- Islam, BBM satu harga tipuan, penjualan aset negara, pajak memberati rakyat, melemahnya daya beli masyarakat, mahalnya harga kebutuhan, dan lain - lain. Semua isu - isu tersebut kandas tanpa ada respon negatif dari publik.
Meski begitu, berdasarkan hasil survei politik, jarak elektabilitas antara Joko Widodo dan calon penantang terkuat, yakni Prabowo tak jauh, rata - rata hanya berkisar 20 - 30 persen.
Bila rata - rata tingkat kesalahan sebesar 2%, ada dua kemungkinan. Joko Widodo naik atau turun 2 persen demikian juga sebaliknya.
Skenario terburuknya, Joko Widodo turun 2 persen dan Prabowo naik 2 persen, sehingga rentang elektabilitas kian dekat.
Joko Widodo sebagai petahana rentan dengan kesalahan mengingat Presiden mempunyai bawahan / menteri yang tidak semua 100% loyal.
Menjelang tahun - tahun politik indikasi ini akan terlihat di media, menteri - menteri siapa saja yang mencari panggung sendiri dan membuka peluang oposisi untuk menjatuhkan elektabilitas JKW.
Kita lihat siapa saja menteri yang tiba - tiba mengundurkan diri dan bergabung dengan oposisi. Cara tercepat untuk menjatuhkan elektabilitas JKW adalah dengan "tsunami" politik seperti Ahok di Pilkada DKI Jakarta lalu. Apa isu yang relevan untuk mendelegitimasi pemerintah, selain isu SARA?
Isu SARA, akan terus menggelayuti langit perpolitikan nasional di tahun politik.
Welcome to Jungle !!
Labels: review