Mengunduh musik gratis di dunia maya sudah menjadi “habit”
netters dimana pun juga, hal ini tidak lepas dari anggapan bahwa semua material
digital bias didapatkan dengan gratis. “Kalo bisa gratis, kenapa harus beli?”.
Slogan ini yang selalu menjadi acuan pengguna
internet, sebenarnya tak hanya material musik tapi juga untuk aplikasi
lainnya. Bahkan untuk operating system pun kalau bisa cari yang gratisan. Kini
untuk software sudah sulit, terutama software OS Microsoft, begitu kita
terkoneksi internet, aplikasi pencari kode bajakan dari perusahaan Bill Gates
itu akan mendeteksinya. Ujungnya sudah pasti, software kita bisa di block,
sehingga tidak bisa dipakai lagi. Hampir semua aplikasi – aplikasi utama untuk
OS, Grafis, Video telah menerapkan pemblokiran apabila software kita bajakan.
Untuk material musik, di dunia maya bertebaran file music dengan
berbagai format yang bisa dinikmati oleh siapapun, sehingga banyak situs resmi
penyedia musik digital kurang diminati dalam hal ini di Indonesia. Situs besar
penyedia musik digital atau marketplace musik digital milik Apple adalah satu –
satunya portal yang sukses dalam penjualan music digital sejagad. Berbagai
musisi besar dunia mengupload karya musik mereka di situ iTunes milik Apple.
Tingkat kepercayaan yang tinggi musisi dunia terhadap
kinerja iTunes membuat iri padar penyedia musik digital lainnya. Isu yang
dihembuskan adalah tindakan monopoli penjualan
yang dilakukan oleh iTunes. Sebagai pelopor penyedi a music digital
online, meski bukan yang pertama, iTunes sukses menjual jutaan copy karya
musisi dunia. Keberhasilan iTunes ini bermula dari kesuksesan mereka
meluncurkan kotak musik digital,iPod, sehingga industri music dunia
mempercayakan hak penjualan format musik digial mereka kepada pihak Apple
melalui iTunes.
Pengguna produk Apple memang dimanjakan dengan fasilitas,
semua produk apple seperti Ipad, Ipod, Iphone, Macbook ditanami dengan aplikasi
iTunes untuk mengelola file music dan sekali bisa membeli fomat music digital
di aplikasi ini. Sementara, pemain lain yang mulai melirik kue di penjualan ini
adalah Google dengan Google Music dan Amazon. Kedua pemain besar ini belum bisa
menyamai omzet penjualan dari iTunes. Kekurangan kedua situs besar ini tidak
didukung oleh hardware yang satu pabrikan, meski Google mempunyai android, tapi
pelanggan musik lebih menyukai beli musik digital di iTunes. Inilah yang
menyebabkan Apple dituduh memonopoli penjualan musik digital, karena menanamkan
aplikasi ini disemua hardware pabrikannya. Sementara penyedia layanan lainnya
tidak memiliki opsi serupa.
Budaya Gratisan
Indonesia pernah dilabeli sebagai salah pembajak musik
terbesar, pada tahun 80-an ketika format musik masih berbentuk kaset, label
internasional sempat menghukum Indonesia dengan mengancam para pembajak ke
ranah hokum. Dampaknya, kaset-kaset bajakan sepi di pasar, namun tumbuh bisnis
baru, yaitu kaset-kaset cover version dari musisi terkenal. Soal pembajakan
juga menjadi keluhan para artis musik Indonesia, tindakan ini sangat merugikan,
bayangkan saja, lagu mereka begitu popular, diputar di radio dan tempat –
tempat umum tetapi reward royalty tak sebanding.
Badan Ekonomi Kreatif, lembaga yang dibentuk Jokowi – JK untuk
mendorong industri kreatif nasional, beberapa waktu lalu meluncurkan aplikasi
untuk memonitor lagu – lagu di tempat umum dan melaporkan langsung pusat data
/server. Aplikasi ini dinamakan Telmi, Telinga Musik Indonesia. Semoga para
pembajak dan penikmat musik gratisan sadar, tidak mencuri karya – karya orang
untuk keuntungan sendiri. Perilaku pembajakan secara langsung akan mematikan
kreatifitas seniman – seniman musik nasional, bagaimana tidak, hasil jerih
payah mereka seolah tidak terhargai dengan semestinya.
Labels: bisnis online