Ranking Google secara global hingga kini masih menduduki ranking satu dari milyaran situs yang ada di jagat internet, sayangnya popularitas Google tidak didukung kerjasama yang baik dengan negara-negara dimana akses Google tidak dilarang. Di Cina, Google memang sengaja diblokir sebagai bagian strategi kontrol pemerintah Cina, dampaknya cukup signifikan bagi industri internet dan ecommerce negeri Tirai Bambu itu. Kini sejumlah situs raksasa dari Cina Daratan bermunculan dengan aset di atas 1 trilyun rupiah.
Selain itu Cina juga berhasil mengembangkan mesin pencari sendiri, yaitu Baidu yang merupakan saingan utama dari Google. Di India, Google India masih menduduki ranking teratas, juga Google Indonesia di negeri kita. Bentuk kolonialisme digital sebenarnya sedang berlangsung secara diam-diam. Menyikapi perkembangan ini pemerintah perlu langkah - langkah terobosan untuk mendorong pertumbuhan bisnis internet dalam tempo cepat agar uang di negeri kita tidak disedot oleh pebisnis internet global.
Meski Kemenkominfo sudah menyusun "Roadmap eCommerce nasional", namun langkah - langkah praktis berupa terobosan berarti belum terdengar, setidaknya terobosan seperti di bidang infrastruktur internet nasional yang akan berasa bagi masyarakat luas. Seperti pembangunan jalan tol atau rumah murah, bisnis internet memerlukan terobosan seperti itu agar industri internet di tanah air cepat bergerak. Terutama aspek hukum perlu penekanan bagi pelaku bisnis internet yang berbisnis di Indonesia, sehingga kasus seperti Google tidak terulang.
Kendala internet terbesar di Indonesia adalah "tarif", pemerintah masih menyerahkan distribusi internet ke swasta, sehingga tarif internet menjadi sangat komersil. Padahal biaya internet ibaratnya "vitamin" yang manjur untuk membesarkan otot -otot industri internet lokal yang masih lemah. Dengan tingkat literasi internet yang masih rendah, 1:5, membuat Indonesia akan ketinggalan dibandingkan negara -negara tetangga di Asia. Masih banyak "Pekerjaan Rumah" pemerintah untuk membesarkan industri internet dan ecommerce, sampai akhir periode pertama, Presiden Jokowi tidak akan bisa mendorong percepatan ecommerce bila masih menggunakan langkah-langkah konvensional. Labels: review