Cina
punya situs marketplace pariwisata CTrip dan Alitravel (sayap bisnis
Alibaba.com), kedua situs pariwisata terbesar di Cina ibaratnya “mall” khusus untuk penyedia jasa di industri
pariwisata, mulai dari hotel, airline,
transportasi lokal, restoran, pemandu wisata, dll. Ctrip mengembangkan
bisnsi internet berbasis B2B dan B2C, kini menjadi situs wisata terbesar di
Cina, berdiri sejak tahun 1999, bahkan sudah menjadi perusahaan terbuka, karena
sudah “listing” di bursa Nasdaq, New York.
Ingin
tahu berapa komisi yang diterima situs ini per tahun ? Di situsnya, Ctrip
mengklaim, pada tahun 2014 telah
mengantongi komisi dari penjualan paket-paket wisata dan ticketing sebesar USD 1,3 milyar. Sebuah angka yang
fantastis, pendapatan situs ini 1 trilyun lebih selama 1 tahun. Saat ini divisi
ticketing Ctrip melayani 5000 kota, 6 benua.
Selama
10 tahun lebih Indonesia kehilangan moment mengembangkan industri digital
nasional, sejak tragedi ambruknya situs – situs besar di awal tahun 2000-an.
Saat itu banyak investasi masuk ke Indonesia, banyak situs – situs baru
bermunculan, tentu masih ada yang ingat situs Astaga.com yang sempat populer
masa itu. Tak sampai 5 tahun situs – situs ambruk, tinggal beberapa gelintir
yang bertahan, situs detik.com yang akhirnya menjadi juara paska era itu.
Bagaimana
kita bersaing dengan situs – situs e-commerce
pariwisata dari luar yang kini “jor-joran” berpromosi membujuk pengguna
internet di Indonesia, seperti Ctrip, Skyscanner
? Berwisata sudah menjadi bagian gaya hidup penduduk perkotaan, baik untuk
wisata domestik atau manca negara. Potensi pasar
lokal memang kian meningkat, sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah. Sejumlah
pemain lokal berhasil menyabet peluang
itu dengan mengembangkan konsep B2C (Business to Consumer) melalui
penjualan tiket dan booking hotel online.
Secara
skala bisnis, situs – situs lokal ini masih jauh omzet nya dibandingkan situs – situs e-commerce dari Cina, Ctrip.
Meski cukup terlambat dibandingkan dengan negara - negara tetangga kita,
seperti Cina, Singapura dan Malaysia,
setidaknya ada langkah yang bagus. PT Telkom meluncurkan program online untuk
tujuan wisata tradisional,yaitu Desa
Wisata. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah
menargetkan pengembangan 2000 desa sebagai desa wisata melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata.
Marketplace
Desa Wisata menjadi aset wisata yang bisa dipasarkan secara B2B (Business to Business) dan B2C, sejalan dengan program Kemenparekraf yang saat ini sedang
membuat aplikasi B2B industri wisata
nasional, Travel Exchange Indonesia (TXI) . Bila saat ini destinasi favorit pelancong dari
luar negeri adalah Pulau Bali dan Lombok, program TXI bisa memeratakan
kunjungan wisatawan ke destinasi lain di Indonesia.
Labels: review