Beberapa waktu lalu Pemerintah Jepang menunjukkan kekecewaan secara resmi terhadap keputusan pemerintah tentang kontrak pembangunan kereta api cepat menengah, jalur Jakarta - Bandung. Sikap pemerintah Jepang agak aneh, kenapa seolah memaksakan kehendak, pemerintah RI harus menyambut tawaran hutang dari Jepang untuk proyek itu, dan sedikit mengancam akan me review proyek yang sudah berjalan di Indonesia.
Apakah Jepang sudah, Indonesia punya otoritas, bukan negara jajahan atau anggota persemakmuran Jepang Raya. Harusnya Jepang belajar dari sejarah, negeri Matahari Terbit ini sudah banyak mengambil manfaat secara paksa lewat penjajahan dan secara halus lewat modus bantuan, yang akhirnya menjadikan Indonesia pasar empuk bagi Jepang, baik di sektor komersial maupun proyek-proyek infrastruktur selama 2 dasawarsa lebih. Jepang sudah merasa menguasai birokrat dan rezim yang selama ini mudah didikte.
Di era Jokowi, dengan cerdas Jokowi tidak mau meninggalkan beban hutang negara untuk proyek ini dengan memilih hubungan bisnis B2B, bukan G2G yang pasti akan jadi sasaran tembak oposan pemerintah dan bom waktu di kemudian hari. Sikap pemerintah Jepang terlihat infantil, padahal selama ini Jepang sudah menguasai industri perkeretaapian nasional, masuknya Cina ke ranah ini mau tak mau mengusik kenyaman bisnis G2G yang memberikan garansi pembayaran. Persoalannya kenapa Jepang tidak berani menyodorkan proposal B2B seperti Cina?
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sigitbc/arogansi-jepang-terhadap-proyek-ka-cepat-jkt-bdg_5615336c3293737f0bb9fad4
Labels: sosial